Daftarsabungayam - Politisi Partai Demokrat Ruhut Sitompul memohon semuanya pihak tidak untuk menyalahkan bekas Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, yang disebut lambang negara, berkaitan dokumen Tim Pencari Kenyataan (TPF) masalah pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib memiliki nuansa politik. SBY disebut-sebagai orang yang paling bertanggungjawab atas raibnya dokumen itu.
" Saya cuma memohon janganlah salahkan Pak SBY sebagai lambang negara, lantaran yang membuat TPF itu beliau saat jadi presiden, " tutur Ruhut.
Walau dokumen TPF itu belum diketemukan, Ruhut menghimbau tidak untuk menyalahkan Presiden sebagai lambang negara.
" Adapaun akhirnya tidak tahu dimana. Presiden (SBY) itu janganlah disalahakan lantaran dia lambang negara, namun pembantu-pembantunya baik sekretaris negara (Sesneg), sekretaris kabinet (Seskab) siapa yang terima surat itu, " terang Ruhut.
Selanjutnya, ia yakini SBY bakal mengungkap masalah itu.
" Namun bila pa SBY ingin mengungkap ini, lantaran saya tau beliau menginginkan jadikan hukum (sebagai) panglima demikian halnya pa Jokowi, " tandasnya.
Terlebih dulu, bekas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengadakan konferensi pers menyikapi masalah dokumen referensi Tim Pencari Kenyataan kematian aktivis HAM Munir Said Thalib yang dinyatakan hilang oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Dalam konferensi pers, Yudhoyono didampingi bekas Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, bekas Menteri Koordinator bagian Politik, Hukum serta Keamanan Djoko Suyanto, bekas Kapolri Jenderal (Purn) Bambang Hendarso Danuri, bekas Kepala Tubuh Intelijen Negara Syamsir Siregar, serta bekas Ketua TPF masalah Munir Marsudi Hanafi.
Yudhoyono menyampaikan pemerintahannya saat itu menyikapi serius masalah pembunuhan Munir. Bahkan juga, tuturnya, sistem hukum pada masalah itu telah dikerjakan. Satu diantara pelakunya, Pollycarpus, telah dijebloskan ke penjara.
" Pasti yang kami kerjakan dahulu yaitu sesuai sama batas-batas kewenangan seseorang petinggi eksekutif, termasuk juga kewenangan yang dipunyai oleh penyidik, penyelidik, maupun penuntut dalam makna kewenangan dalam penyidikan, penyelidikan serta penututan, " tuturnya.
Yudhoyono lalu mempersilakan Sudi Silalahi membacakan pernyataan pers. Pernyataan pers terbagi dalam 15 halaman serta dibacakan Sudi sepanjang kian lebih 1/2 jam.
Sudi menyampaikan sepanjang dua minggu terakhir, Yudhoyono lakukan pertemuan dengan beberapa petinggi Kabinet Indonesia Menyatu, termasuk juga bekas anggota TPF Munir, yakni Marsudhi Hanafi serta Rachland Nashidik. Pertemuan dikerjakan untuk mencari naskah laporan akhir TPF.
" Menurut ingatan Marsudhi ada sekitaran enam eksemplar yang diserahkan pada pemerintah, yang dengan cara simbolik naskah pertama diserahkan pada Presiden SBY dengan disaksikan oleh semuanya yang ada. Naskah lantas diberikan pada petinggi berkaitan, " kata Sudi.
Lalu, beberapa bekas anggota KIB ini mencari naskah itu. Mereka pernah kesusahan menemukannya lantaran kasusnya saja telah berjalan nyaris 11 tahun. waktu lalu. Terlebih, kapolri telah bertukar tujuh kali, jaksa agung bertukar empat kali, kepala BIN telah lima kali, Menkumham telah lima kali, serta sekretaris kabinet ubah empat kali.
Sudi mengharapkan pada bekas anggota TPF Munir yang terasa menaruh dokumen untuk menyerahkan salinannya pemerintah Presiden Jokowi atau Yudhoyono supaya terbangun otentikasinya.
" Saat kami tengah lakukan penelusuran atas kehadiran naskah itu, kami memperoleh copy naskah itu. Sesudah kami kerjakan riset, termasuk juga melibatkan bekas ketua serta anggota TPF, dipercaya kalau copy itu sesuai sama naskah aslinya, " kata Sudi.
Sudi menjelaskan copy bakal diserahkan ke Presiden Jokowi lewat Sekretaris Negara Pratikno. Sudi menyampaikan bakal menolong pemerintah mencari naskah yang asli.
Inilah berita yang bisa didapatkan Daftarsabungayam untuk para pembaca setia kami.
Salam admin Daftarsabungayam
Untuk pendaftaran silahkan isi data -data yang kami minta dibawah ini, apabila ada kesulitan anda bisa bertanya langsung di Live Chat, Terima kasih sudah mau bergabung dengan kami. bergabung dengan kami.